Sabtu, 12 November 2011

Komoditas IMPORT, Ancaman PETANI Lokal.


 Universitas Gunadarma
Fak. Ekonomi, Jurusan Akutansi 2011
Mata Kuliah : Soft Skill Pengantar Bisnis. Kls : 1EB19
Nama : Filza Rachmatina
Tugas Menulis Artikel Induvidu
Tgl : Sabtu, 12-11-2011

Komoditas IMPORT, Ancaman PETANI Lokal.

                     Akhir – akhir ini di beberapa pasar traditional terlihat ketimpangan harga antara komoditi local dengan komoditi import di Indonesia, salah satu hal yang sangat dirasakan yaitu sayuran di pasaran. Contoh salah satu komoditi yang sangat terlihat perbedaan harganya yaitu sayuran Tomat yang dimport dari Cina harganya lebih murah di bandingkan Tomat local asli Indonesia, Contoh yang lainnya adalah sayuran Wortel yang di import dari luar harganya lebih murah, di bandindingkan Wortel dari dalam negri yang lebih mahal harganya.
                     Pasti kita sebagai konsumen bertanya – Tanya mengapa harga sayuran import bisa lebih murah di bandingkan harga sayuran local? , padahalkan jika di fikir harusnya harga komoditi lokal lebih murah.
                    Fenomena ini di akibatkan kurangnya sosialisasi dari Pemerintah terhadap ketentuan ACFTA kepada Perusahaan & Pengusaha di Indonesia. Karna ketentuan – ketentuan Perdagangan Pasar Bebas Asean – China (ACFTA) adalah salah satu pemicunya perbedaan yang sangat berbeda antara harga komuditi lokal dengan komuditi import. Jika kalian masih merasa asing dengan ACFTA saya akan menjelaskan yang dimaksud dengan ACFTA, ACFTA adalah singkatan dari ASEAN – CHINA FREE TRADE ARE, Saat – saat ini ACFTA menjadi berita hangat di kalangan masyarakat juga para pengusaha terutama. Karna ACFTA di prediksikan akan menjadi momok bagi perekonomian nasional, peningkatan pengangguran, terutama membuat barang – barang/ komuditi dalam negri menjadi kalah saing dengan produk import.
                  Kesepakatan ACFTA bermula dari kesepakatan para peserta Asean –China summit di Brunei Darussalam pada bulan November 2001, dengan dibuktikan melalui penandatangannan Naskah Kerja Sama  Ekonomi, (The Framework Agreement on A Comprehensive Economic Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom Penh pada November 2002, naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA dalam 10 tahun dengan fleksibilitas di berikan Negara – Negara tertentu yaitu Negara kemboja, Laos, Myamar & Vietnam. Pada bulan November 2004, para perserta ASEAN – CHINA Summit  menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang (The Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku pada 1 Juli 2005. Berdasarkan perjanjian ini ASEAN 5 yaitu Negara Indonesia, Thailand, Singapura, Fhilipina, Malaysia dan cina sepakat untuk menghilangkan 90% komoditas pada tahun 2010. Untuk Negara ASEAN lainnya pemberlakuan kesepakatan dapat di tunda hingga 2015.
Akibat dari perjanjian ACFTA ini adalah membanjirnya komoditas di Indonesia,satu sisi lain mengbangkrutkan usaha dalam negri, hal ini di sebabkan karena membanjirnya produk china yang takutkan & terbukti memang memiliki harga yang lebih murah sehingga akan menghancurkan pasar lokal. Ancaman ini mulai terasa sejak produk – produk tekstil impor asal china mendominasi pasar Indonesia, akibatnya tekstil lokal pun tergerus. Di kota Medan contohnya banyak pengusaha tekstil yang akhirnya menutup usahanya, tak sedikit usaha tekstil yang berpindah usaha menjadi tukang beca/pembobot. Kini yang menjadi incaran yaitu sector Sayuran & Buah – buahan, ada dua aspek yang sangat merasakan hal ini, di sisi konsumen sangat di untungkan karena harga yang di tawarkan oleh sayuran & buah – buahan import murah, sedangkan petani lokal sangat di rugikan karena persaingan oleh sayuran & buah – buahan import yang berakibat penghasilan petani lokal pun brkurang. Berdasarkan salah satu sumber dari Agen Bawang Merah  di Kawasan Sumbu Medan mengatakan tidak dapat berbuat apa – apa terhadap fenomena ini. Bukannya para agen tak mau menjual produk sayuran/buah – buahan lokal, tetapi pasokan sayuran/buah – buahan lokal sangat terbatas/malah kurang sehingga membuat harganya pun meningkat lebih mahal di banding sayuran/buah – buahan import yang berlimpah. Budaya Konsumtif yang sudah tertanam pada diri masyarakat Indonesia yang cukup tinggi, khususnya pada produk – produk buatan luar/ import. Pemerintah sudah berusaha membuat gerakan Cinta Produk Dalam Negri, namun dengan adanya fenomen ini mendorong masyarakat mau tidak mau membeli produk/ sayuran/ buah – buahan import dari luar yang harganya lebih murah.
                      Harga produk lokal meningkat di akibatkan adanya biaya listrik untuk industry yang harus di hitung, ada lagi pembayaran pajak untuk industry dalam negeri, belum lagi pungutan liar yang harus di keluarkan, bantuan dari pemerintah sangat kecil bagi pengusaha industry kecil sehingga sulit bagi industry kecil untuk menentukan harga yang baik dan mengembangkan uasahanya.
Sumber Refrensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar