Sebelum
memasuki pada undang – undang antimonopoli, ada baiknya kita sedikit saja
mengetahui definisi dari antimonopoli tersebut.
Masyarakat
menyebutnya dengan “dominasi” atau “antitrust” yang sebenarnya sepadan dengan
istilah “anti monopoli”. Istilah itu dipergunakan untuk menunjukkan suatu
keadaan dimana seseorang menguasai pasar. Dimana pasar tersebut tidak lagi
menyediakan produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku
pasar tersebut untuk menerapkan harga produk dengan lebih tinggi, tanpa harus
mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran
pasar.
3.1 Sejarah hukum anti monopoli di Indonesia
Dimasa
orde baru Soeharto misalnya, di masa itu sangat banyak terjadi monopoli,
oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan bersifat curang.
Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan para petinggi besar di Indonesia juga
bermula dari tindakan monopoli yang dibiarkan saja bahkan didorong oleh
pemerintah kala itu.
Namun
para praktis meupun teoritis hukum dan ekonomi baru bisa membuat sebuah undang
– undang anti monopoli disaat lengsernya mantan Presiden Soeharto pada saat
reformasi. Maka dibuat lah sebuah undang – undang anti monopoli No 5
Tahun 1999. Ketentuan tentang anti monopoli atau persaingan curang
sebelum diatur dalam undang – undang anti monopoli tersebut. Diatur dalam
ketentuan – ketentuan sebagai berikut:
a. Undang
– undang No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian à diatur dalam Pasal 7 ayat (2) dan (3), pasal 9
ayat (2)
b. Kitab
undang – undang Hukum Pidana à terdapat satu pasal, yaitu pasal 382 bis
c. Undang
– undang Perseroan Terbatas No 1 Tahun 1995 à ketentuan monopoli diatur dalam pasal 104 ayat
(1)
Undang
– undang anti monopoli No 5 Tahun 1999memberi arti kepada
“monopolis” sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal
1 ayat (1) undang – undang anti monopoli). Sementara yang dimaksud
dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan ekonomi oleh salah satu atau
lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha
secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam
(pasal 1 ayat (2) undang – undang anti monopoli).
Dengan
demikian Undang – undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberikan arti kepada
posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi
yang“interbrand” (kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama)
melarang satu perusahaan menguasai 100 persen pasar. Maupun kompetisi
yang “intraband” (kompetisi diantara distributor atas produk dari
produsen tertentu).(Munir Fuady 2003: 6)
3.2 Ruang lingkup hukum Anti Monopoli
Undang
– undang anti monopoli Indonesia, suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika
terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% ( Pasal 17 ayat (2) juncto
pasal 18 ayat (2) ) Undang – undang No 5 Tahun 1999
Dalam
pasal 17 ayat (1) undang – undang anti monopoli dikatakan bahwa “pelaku
usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan tidak sehat”.
Sedangkan
dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa“pelaku usaha patut diduga atau dianggap
melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang
atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya
b. Mengakibatkan
pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang atau jasa
yang sama
c. Satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.”
Jika
kita telusuri ketentuan dalam Undang – undang anti monopoli nomor 5 Tahun 1999
maka tindakan – tindakan yang berhubungan dengan pasar yang perlu diatur oleh
hukum anti monopoli yang sekaligus merupakan ruang lingkup dari hukum anti
monopoli tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian
yang dilarang
b. Kegiatan
yang dilarang
c. Penyalahgunaan
posisi dominan
d. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha
e. Tata
cara penanganan perkara
f. Sanksi
– sanksi
g. Perkecualian
– perkecualian
Sedangkan
perjanjian yang dilarang oleh BAB III Undang – undang anti monopoli adalah
sebagai berikut:
1. Perjanjian
– perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar yang
terdiri dari:
a. Oligopoli
b. Penetapan
harga
c. Pembagian
wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Integrasi
vertical
h. Perjanjian
tertutup
i. Perjanjian
dengan pihak luar negeri
2. Kegiatan
– kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang
meliputi kegiatan – kegiatan sebagai berikut:
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan
pasar
d. Persekongkolan
3. Posisi
dominan di pasar yang meliputi:
a. Pencegahan
konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
b. Pembatasan
pasar dan pengembangan teknologi
c. Menghambat
pesaing untuk masuk pasar
d. Jabatan
rangkap
e. Pemilikan
saham
f. Merger,
akuisisi dan konsolidasi
Dalam
teori ilmu hukum, larangan terhadap tindakan monopoli atau persaingan curang.
Garis besarnya dilakukan dengan memakai salah satu dari dua teori sebagai
berikut:
1. Teori Per
Se à bahwa
pelaksanaan setiap tindakan yang dilarang akan bertentangan dengan hukum yang
berlaku
2. Teori Rule
of Reason à jika
dilakukan tindakan tersebut, masih dilihat seberapa jauh hal tersebut akan
merupakan monopoli atau akan berakibat pada pengekangan persaingan pasar.
Jadi, jika tidak seperti pada
teori Per Se, dengan menggunakan teori Rule
of Reason tindakan tersebut tidak otomatis dilarang, sungguhpun
perbuatan yang dituduhkan tersebut dalam kenyataannya terbukti telah dilakukan
(A.M Tri Anggraini, 2005 dalam Jurnal Hukum Bisnis Volume 24 halaman 5).
Refrensi :